RAPID TEST menjadi upaya cepat penanganan kasus COVID-19, meski sebetulnya tes ini hanya mengetahui keberadaan antibodi, bukan virusnya. Di Indonesia sendiri, beberapa wilayah sudah melakukan uji cepat ini sebagai langkah deteksi dini.
Jika mengacu laman resmi pemerintah mengenai COVID-19, ada 5 provinsi di Indonesia dengan kasus positif COVID-19 terbanyak; DKI Jakarta (2.670), Jawa Barat (570), Jawa Timur (514), Jawa Tengah (300), dan Banten (297). Lima wilayah ini pun terbilang gencar lakukan rapid test.
DKI Jakarta misalnya, provinsi ini sudah melakukan rapid test terhadap 47.588 orang dengan hasil positif sebanyak 1.791 kasus. Sementara itu, Jawa Barat sudah melakukan rapid test terhadap 51 ribu lebih orang dengan hasil positif sebanyak 1.139 kasus.
Meski pemerintah daerah semakin gencar melakukan rapid test, namun tes ini dikatakan kurang akurat dalam melihat adanya virus corona COVID-19.
Menurut laporan South China Morning Post, Otoritas Kesehatan China, Amerika Serikat, dan beberapa negara lainnya mengatakan bahwa Rapid Test ini memiliki hasil positif palsu dan negatif palsu. Para ahli pun khawatir Rapid Test secara signifikan kurang dapat diandalkan daripada metode yang memakan waktu lebih lama seperti misalnya PCR.
Laporan dari Spanish Society of Infectious Disease and Clinical Microbiology mengatakan, hasil Repid Test kurang dari 30 persen akurasinya. Sementara itu, tes COVID-19 dengan PCR akurasinya bisa mencapai 84 persen. Karena itu, data yang masuk ke covid19.go.id hanya berasal dari Tes PCR.
Di sisi lain, pemeriksaan Rapid Test ini hanya melihat keberadaan antibodi tubuh terhadap virus corona COVID-19, bukan mengetahui ada atau tidaknya virus.
Hal itu disampaikan Pakar Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Prof. drh. Wiku Adisasmito, MSc. Ph.D, rapid test itu digunakan untuk mengukur antibodi. Pengujian ini akan sangat efektif jika di tubuh orang yang ditest sudah antibodi-nya.
"Kalau sudah ada antibodi, sudah ada gejalanya. Gejala adalah reaksi tubuh melawan virus dan antibodi iniyang diukur oleh alat rapid test," terangnya, Rabu 15 April 2020.
Lebih lanjut, Prof Wiku menuturkan, antibodi tersebut muncul setalah 7 hari pasca gejala pertama keluar. "Karena itu, rapid test ini juga harus digunakan di waktu yang tepat. Nggak boleh sembarangan," sambungnya.
Selain tak bisa sembarang waktu, petugas yang melakukan tes harus ahlinya. Hal ini menjadi penting, karena saat pengujian dilakukan, orang yang dites diambil darahnya dan bisa saja darah tersebut mengandung virus berbahaya dan sangat besar kemungkinan menular jika dilakukan bukan oleh ahlinya.
Jika mengacu pada pernyataan Prof Wiku, apa yang dilakukan keluarga Nikita Mirzani tergolong tak pantas ditiru. Selebriti kontroversial itu membagikan pengalaman jalani Rapid Test sekeluarga di kediaman pribadinya lewat channel Youtube. Tes dilakukan tanpa ada pengawasan petugas kesehatan.
Pengambilan darah dilakukan 'ala kadarnya' dan orang yang mengambil darah tidak dilengkapi dengan alat pelindung diri yang lengkap. Padahal, sekali lagi, darah yang diambil bisa saja menularkan virus ke orang lain jika dilakukan tidak profesional. Tidak diketahui dengan jelas juga darimana Nikita Mirzani mendapatkan alat uji tersebut.
Padahal sekali lagi, pengujian Rapid Test hanya bisa dilakukan oleh petugas kesehatan dan dilakukan dengan sangat serius. "Rapid Test hanya boleh dilakukan oleh petugas kesehatan karena ada risiko besar saat melakukan pengujiannya," tegas Prof Wiku.
Hal ini mungkin bisa dicontoh dari keluarga Maia Estianty. Mereka belum lama ini melakukan uji Rapid Test sekeluarga dan dilakukan oleh petugas kesehatan. Dapat dilihat juga kalau saat pemeriksaan ini, Maia dan keluarga menggunakan masker seperti imbauan pemerintah.
Ia pun membagikan pengalaman lakukan Rapid Test ini di Instagram pribadinya. Maia mengatakan, sang suami lah yang awalnya berinisiatif untuk melakukan Rapid Test untuk seluruh orang di rumah mereka dan hasilnya ternyata positif.
Prof Wiku mengatakan, hasil yang diterima setelah melakukan Rapid Test akan sangat dipengaruhi oleh tubuh orang tersebut dan alat yang digunakan. Jadi, ketika alat yang dipakai tidak berkualitas, hasilnya bisa saja tidak akurat.
"Kalau alat tes yang digunakan berkualitas, maka hasil pemeriksaan bisa saja akurat. Tapi, kalau alatnya jelek, bisa saja hasilnya negatif," tegasnya. Ini menjadi penting untuk diketahui agar masyarakat tak melakukan Rapid Test mandiri.
#Uji COVID-19 Drive-Thru
Istilah ini pertama kali dilakukan pemerintah Korea Selatan. Di saat virus sedang mewabah sangat cepat, pemerintah Korea Selatan langsung menggencarkan aktivitas ini di tengah masyarakat. Pemeriksaan ini dilakukan pertama kali di wilayah Kota Goyang.
Menurut laporan New York Post, upaya tersebut dilakukan karena permintaan pemeriksaan COVID-19 terus meningkat di tengah wabah yang terus memakan korban jiwa. Jadi, setiap pengendara mobil yang melintas, akan diberhentikan lalu diambil spesimen dalam hidungnya dan hasilnya akan dikabari setelahnya. Pengujian dilakukan oleh petugas kesehatan dengan APD lengkap dan setiap orang yang diuji tak menyebutkan nama sebagai bentuk menjaga stigma di tengah masyarakat.
Di Indonesia, Rapid Test 'Drive-Thru' pun sudah mulai dilakukan. Salah satunya dilakukan Primaya Hospital. Seperti dijelaskan CEO Primaya Hospital dr Ferdy D. Tiwow, institusinya kini menyediakan paket pemeriksaan praktis COVID-19 di dalam mobil. Mereka menyebut uji ini dengan istilah 'Rapid Test Antibodi (Ig M /Ig G).
"Meski dilakukan di dalam mobil, pasien tetap harus menggunakan masker. Petugas akan mendatangi pasien, melakukan wawancara atau screening singkat, dan melakukan uji sampel darah di dalam mobil," kata dr Ferdy, melalui siaran tertulis yang diterima Okezone, Kamis (16/4/2020).
Ia melanjutkan, setelah tes dilakukan, pasien tak perlu menunggu hasilnya keluar. Mereka bisa melanjutkan perjalanan dan hasil akan dikirimkan melalui pesan WhatsApp 1x24 jam. Untuk sekali tes, Anda perlu membayar uang sejumlah Rp299 ribu.
Terkait dengan siapa yang disarankan melakukan Rapid Test, dr Ferdy menuturkan, adalah kategori Orang Tanpa Gejala (OTG) dan Orang Dalam Pengawasan (ODP). Namun, baginya, jika Anda merasakan gejala COVID-19, tes ini bisa dilakukan.
"Anda dapat melakukan pemeriksaan Rapid Test jika merasa memiliki gejala demam, batuk, atau sesak napas meskipun tidak memiliki riwayat bepergian ke area terjangkit atau luar negeri, pun melakukan kontak dengan pasien COVID-19," tambahnya.
Dokter Ferdy menambahkan, pemeriksaan Rapid test akan sangat akurat hasilnya jika dilakukan 5 hari setelah gejala pertama dirasakan. Ini berkaitan dengan munculnya antibodi dalam tubuh yang menjadi sasaran uji.
"Rapid Test ini dilakukan untuk pemeriksaan antibodi Ig M dan Ig G virus SARS-CoV2. Ig M akan terdeteksi 3-7 hari setelah infeksi terjadi dan Ig G terdeteksi setelah 8-10 hari setelah infeksi terjadi," tambahnya.
.......... Baca Juga ...........
Labels:
Kesehatan
Thanks for reading Rapid Test Drive Thru COVID-19? Ini Tata Cara dan Kisaran Biayanya. Please share...!
0 Komentar untuk "Rapid Test Drive Thru COVID-19? Ini Tata Cara dan Kisaran Biayanya"